Minggu, 19 April 2020

Mempesona atau Memesona?

Seperti yang sudah kita ketahui, huruf k, p, t, dan s pada awal kata dasar akan luluh apabila mendapat awalan meng- atau peng-. Misalnya, meng- + karang (kata dasar) menjadi mengarang.

Dengan demikian, untuk kata mempesona, berdasarkan penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa bentukan kata mempesona tidak sesuai dengan kaidah karena huruf /p/ pada awal kata pesona seharusnya luluh sehingga bentukan kata yang tepat adalah memesona, bukan mempesona.

Catatan :
Pernah ada pendapat yang menyebutkan bahwa kata dasar yang terdiri atas tiga suku kata, seperti kata pesona, peduli, dan sejahtera, atau unsur serapan dari bahasa asing, seperti kata sukses dan seleksi, tidak mengalami peluluhan apabila bertemu dengan awalan meng- dan peng-. Namun, pendapat tersebut tidak benar kecuali pada kata tertentu. Misalnya, mengkaji dan mengaji.




Sumber : Lembar Informasi Kebahasaan Nomor 11 (November 2016), Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sabtu, 18 April 2020

Namun dan Tetapi


Namun adalah konjungsi antarkalimat untuk menghubungkan kalimat dengan kalimat sebelumnya. Letaknya di awal kalimat dan diikuti oleh tanda koma (,). Akan tetapi adalah sinonim dari namun.

Tetapi adalah konjungsi intrakalimat (dalam kalimat) untuk menghubungkan dua unsur setara di dalam sebuah kalimat. Letaknya di tengah kalimat dan didahului oleh tanda koma (,). Tapi adalah bentuk tidak baku dari tetapi dan seharusnya dihindari dalam ranah formal.

Contoh penggunaan:

1. Mereka akan pergi ke pasar malam. Namun, tiba-tiba hujan deras.
2. Mereka akan pergi ke pasar malam, tetapi tiba-tiba hujan deras.



Note: 18 April 2020.21:41.

Hai! Setelah empat tahun berlalu. Masih dengan ‘saya’ yang sama.

Malam ini, saya belum tidur. Setelah seharian berteman dengan layar komputer, tidak lain tidak bukan, menghibur diri, meratapi drama karangan manusia. Mohon jangan kaget dan heran. Dalam empat tahun terakhir, mungkin sudah ratusan judul drama dan film yang saya habiskan. Ini bukan apa-apa, bukan sebuah prestasi yang harus saya banggakan. Bukan juga sebuah keunggulan yang dapat saya tunjukan kepada kalian. Hanya saja, ‘mereka’ saya anggap sebagai pelarian yang tepat dari segala kisruh di dunia saya.

Empat tahun terakhir. Banyak yang terjadi.

Saya sudah lulus kuliah. Sudah bekerja. Sudah kembali ke kota tempat keluarga saya tinggal.

Dunia saya baru. Dikelilingi orang-orang baru pula.

Saya hidup kembali, dengan masalah yang lain lagi. Bukan soal rindu atau rintik hujan tengah malam yang dulu sering saya risaukan di media sosial. Bukan soal tugas-tugas kuliah atau perjalanan malam yang sering menyita waktu saya, dulu. Bukan juga, soal malasnya saya masak dan mencuci baju ketika nge-kost.

Bukan. Bukan itu.

Setiap malam, sebelum tidur. Setiap saat, kalau tiba-tiba ingat.

Memikirkan tentang bagaimana saya bisa bahagia. Dengan keluarga, dengan orang-orang yang saya cinta.

Terlalu klise, iya. Namun, sepertinya usia telah membuat saya berbeda.


-          saya yang sadar kalau selama ini tidak pernah menyayangi diri saya sendiri.